Monday, June 2, 2014

Museum (Gajah) Nasional : Indonesia dalam kotak kaca

Jujur ini kali pertama saya mengunjungi museum yang lebih dikenal dengan nama museum gajah ini. Sedikit memalukan memang, setidaknya bagi diri sendiri. Bukan karena tidak nasionalis, bukan karena tidak menghargai sejarah bangsa sendiri. Saya hanya belum sempat. As simple as that. Maafkan.

Setelah membaca buku Ayu Utami, "Manjali dan Cakrabirawa" makin bulatlah tekad saya mengunjungi museum ini. Bulan ini akhirnya saya mengajak anak pertama saya mengunjungi museum gajah ini, anak saya ini museum freak, jadi kloplah sudah. Setidaknya saya ada teman untuk sama-sama tercengang-cengang.

Berangkat dari rumah sekitar jam 9 pagi di hari kerja menuju pusat Jakarta ternyata tidak membutuhkan waktu terlalu lama menuju museum ini. Anda bisa menuju sana menggunakan kendaraan umum, lebih enak apabila anda menggunakan bus transjakarta dimana halte terdekat berada tepat di depan museum yang anda tuju. Dari situ anda tinggal menyebrang dan sampailah anda disana.

Museum Nasional kita
Museum ini terletak di Jl. Merdeka Barat no. 12 Jakarta. Mengunjungi museum ini seperti berjalan mundur dalam waktu, meski jujur saja mungkin koleksi yang ada seharusnya bisa lebih lengkap dari yang sekarang ada disana. Gedung ini dibangun pada tahun 1862 dan pada tahun 1871 gedung ini mendapat hadiah dari raja Thailand, Raja Chulalongkorn berupa patung gajah berbahan perunggu yang sampai saat ini masih berdiri di depan museum nasional ini. Museum Gajah, begitulah nama museum ini lebih dikenal, setidaknya apabila anda naik ojek atau bajaj kesana sebut saja.

Museum Nasional dari waktu ke waktu
Museum ini terbagi dengan 2 bagian bagunan, bagian kiri bangunan merupakan bangunan awal yang masih dipertahankan bentuk aslinya dan bagian kanan bangunan merupakan perluasan dari bangunan lama yang gaya arsitekturnya menyesuaikan dengan bangunan yang ada.  Bagian sebelah kiri merupakan ruang arca, dimana apa yang didalamnya bisa membuat anda menghela nafas panjang dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Diluar rahasia umum bahwa arca-arca yang bisa dicuri dan dijual kepada kolektor hingga ke mancanegara, apa yang ada di ruangan besar ini bisa membuat anda lupa bahwa masih banyak arca dan prasati yang beredar diluar sana. Ruangan ini setengah terbuka,  berisi arca-arca dan prasasti kuno yang ditemukan di seluruh nusantara.



Memasuki ruangan kita disambut oleh arca Ganesha, tapi entah karena Manjali dan Cakrabirawa tadi, mata saya mencari-cari arca yang menjadi harta karun tersembunyi di buku itu. Bhairawa, tokoh dewa raksasa yang merupakan perwujudan dari Dewa Siwa. Arca ini memiliki tinggi 4.4 meter dengan berat 4 ton terbuat dari batu andesit. Bhairawa memili 2 tangan, tangan kiri memegang mangkuk dari tengkorak manusia dan tangan kanan memegang pisau belati, berdiri tepat di atas tengkorak-tengkorak manusia. And yes, it's huge!

Bhairawa di Museum Nasional
\

Taman Arca
Sayang sekali diluar niat saya yang menggebu-gebu mengunjungi museum ini, ada beberapa ruangan yang ternyata tidak dibuka untuk umum hari ini. Termasuk ruangan berisi kain dan tekstil dari seluruh Indonesia. Harga tiket masuk museum ini juga tergolong murah, Rp. 5000 untuk pengunjung dewasa dan Rp. 2000 untuk pelajar. Tapi entah mengapa, rasanya saya rela membayar lebih mahal mungkin dua atau tiga kali lipat demi mendapat selembar peta museum, keterangan yang layak, dan juga demi perawatan dan tampilan museum yang lebih dasyat. Mungkin dengan membayar tarif lebih murah diharapkan bisa membuat pengunjung lebih banyak, membuat masyarakat lebih cinta museum, tidak salah memang. Tapi saya kira museum tidak dibuat untuk keramaian, atau untuk menjadi ramai. Museum lebih bisa dinikmati dengan rasa yang yang sendu tapi sarat arti. Toh, dengan membayar murah seperti sekarang museum juga masih tetap sepi kunjungan.


Cantik dan berdebu
Seusai menikmati arca-arca tadi, sampai juga saya ke depan pintu bangunan baru. Mereka menyebutnya ruang etnografi. Di ruangan ini, saya melihat Indonesia dalam kotak-kotak kaca. Semua isinya barang berharga menurut saya. Tua dan langka. Dari ujung barat sampai timur Indonesia. Ruangan ini terkesan lebih modern, banyak layar-layar LCD bergantungan, meski tidak semua menyuguhkan tayangan. Tapi lumayan, ada informasi disampaikan.




Pengunjung hari itu tidak banyak, mungkin karena hari kerja. Atau mungkin saja memang tidak pernah penuh membludak. Hanya beberapa yang seperti saya, dan juga beberapa turis mancanegara. Saya ingat, di mancanegara museum dibuat sangat menarik dan bermartabat. Membuat semua orang terkagum-kagum dan rela menyeret kakinya masuk meski tiketnya mahal dan ternyata isinya tidak banyak dan dibuat-buat. Jangan dibandingkan dengan apa yang ada di museum ini, yang semua isinya tidak artifisial, asli dari sumbernya, penuh cerita dan budaya tapi sayang seperti kurang berharga.

Hari saya di museum ini tidak panjang. Bukan karena ingin cepat pulang. Tapi karena pintu-pintu yang masih tertutup untuk menerima kunjungan. Tapi tak apa, saya suka. Akhirnya sampai juga saya ke museum ini, anak saya juga tidak protes karena haus cerita sepulangnya dari sana. Andai saja semua dikemas lebih 'kaya" dengan banyak informasi didalamnya. Andai saja.

Perjalanan berakhir disini

Tapi jangan bilang saya kapok. Saya masih mau kembali kesini.

Museum Nasional
Jl. Merdeka Barat no.12 Jakarta
Senin dan hari libur nasional : Tutup
Selasa-Jumat : 8.00-16.00
Sabtu-Minggu : 8.00-17.00

4 comments:

  1. Replies
    1. Hallo mba rahmah, salam kenal :)
      Makasiii udah mampir yaa..
      Sama mba, aku juga belum ke museum ini sampai setelah bertaun2 di Jakarta. Ayoo, kapan2 bareng kesana :)

      Delete
  2. dari kecil sy sudah dibiasakan mengunjungi museum oleh ibuku, sekarang juga aku membiasakan anak2ku begitu dan setiap liburan ke suatu kota, pasti yg aku kunjungi adalah museumnya. Banyak cerita yg bisa kita pelajari dari museum

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo mba Tira,
      Salam kenal, terima kasih udah mampir yaa :)
      Can't agree more..Selalu banyak cerita di museum.

      Delete