Pada saat bentuk tubuh menjadi ukuran, pada saat garis wajah menjadi penting, pada saat bentuk hidung dan bentuk bokong menjadi hal mutlak yg ada dalam penilaian. Wajah cantik, rambut panjang, kulit putih bersih, badan tinggi langsing. Pada saat semua hal-hal diatas diidamkan semua perempuan Indonesia saat ini. Mungkin.
Entah apa yg terjadi, mungkin sebegitu besarnya pengaruh media dan dunia maya yang notabene hanya mempertontonkan hal-hal diatas dari seorang perempuan. Entah dia artis, pemain film, pesinetron, bintang iklan, caleg, sampai-sampai peran seorang asisten rumah tangga di sinetron tidak lagi layaknya si mbok karena dia tinggi, langsing, putih dan bergincu pula.
Tidak sedikit perempuan yg dalam benaknya terlintas
"andakan badan saya seperti Sofia Latjuba"
"andaikan bokong saya seperti J-Lo"
"andaikan hidung saya seperti Tamara Blezinsky"
"Andaikan saya secantik Dian Sastro"
Andaikan..andaikan..dan banyak andaikan yang lain.
Percaya atau tidak, tidak sedikit perempuan Indonesia yang rela melakukan apa saja untuk dapat berubah, dengan alasan menjadi lebih baik. Atau untuk lebih cantik?
Satu hal yang menyedihkan, yaitu dengan digunakannya semua “perangkat” yang dimiliki oleh seorang perempuan sebagai alat jual. Entah itu media cetak atau media elektronik, tidak sedikit iklan-iklan yang isinya hanya “mempertontonkan” perempuan untuk dapat menjual produknya. Dan sebegitu bodohnyakah seorang perempuan Indonesia sehingga rela untuk diexploitasi demi masuk koran dan tv? Ataukah sebegitu mahalnyakah harga sebuah ketenaran sehingga diperjuangkan dengan segala cara?
Dilain pihak, dengan semakin berkembangnya bisnis kecantikan di negeri kita ini, dengan salon-salon yang yang semakin menjamur dengan jumlah yang tidak bisa dibilang sedikit, dengan biaya perawatan yang tidak bisa dibilang murah, sangat ironis karena salon-salon yang ada hampir selalu dipenuhi pengunjung, perempuan Indonesia.
Saya tidak mau munafik, saya juga seorang perempuan. Saya percaya bahwa anggota badan dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah anugrah yang harus dipelihara dan disyukuri. Tapi saya juga percaya bahwa nilai dari seorang perempuan tidak hanya dinilai dari sisi fisik semata.
Pertanyaan yang muncul dibenak saya, sebegitu besarnyakah pengaruh media yang mampu merubah cara pandang orang banyak tentang bagaimana seorang perempuan “cantik”itu? Dan tanpa disadari hal itu sedikit banyak dipengaruhi oleh lahirnya sosok-sosok perempuan yang “cantik” yang seolah-olah merupakan penokohan dari perempuan-perempuan Indonesia, tokoh Puteri Indonesia, tokoh Miss Indonesia, cover girl majalah ini , pemilihan model itu, puteri ini, puteri itu, dan percaya atau tidak, telah banyak tokoh puteri-puteri tercipta. Dengan slogannya yang sangat familiar di telinga kita “beauty, brain, behavior”, yang seolah-olah jadi pembenaran dari terciptanya gelar untuk puteri-puteri itu.
Sekali lagi ini bukan terlahir karena setuju atau tidak setuju, pro atau kontra, merasa cantik atau tidak, tapi tanpa kita sadari tokoh-tokoh puteri itu juga yang membimbing kita untuk mendeskripsikan arti cantik menurut kita. Cantik berarti, tinggi, putih, langsing, berambut panjang dengan muka sedikit indo. Kartini mungkin sedih melihat fenomena ini.
Dan entah juga karena begitu besarnya pengaruh mode lokal maupun internasional yang sekali lagi disebarkan oleh media, setiap perempuan seperti berlomba-lomba untuk mengikuti trend yang ada. Pada saat trend tank top dimulai setiap perempuan juga menggunakan tank top tidak peduli badannya kurus atau gemuk, pada saat cat rambut warna coklat burgundy di launching ke pasaran hampir setiap perempuan mengecat rambutnya dengan warna itu, pada saat warna kulit idaman adalah putih bersih seperti artis-artis Korea hampir semua wanita membeli produk pemutih atau menjadi langganan salon-salon permak wajah, dan pada saat high heels digunakan oleh banyak selebritis semua perempuan dari segala kalangan membeli high heels, tak perduli murah atau mahal, lecet atau tidak, mereka tidak perduli asal mengikuti trend saat ini.
Bisa dibayangkan pada saat kita pergi ke mall atau turun ke jalan, bisa kita lihat para perempuan Indonesia sama-sama memakai tank top, berjeans ketat, berkulit putih, menggunakan high heels dan berambut burgundy.
Menakutkan.
Entah bagaimana merubah cara pandang yang sudah terbentuk itu, melihat perempuan Indonesia lebih berisi dan berkarakter. Bukan berarti saya menutup mata kepada para perempuan Indonesia yang memiliki karakter yang kuat dengan isi di kepalanya. Tapi butuh waktu lama untuk kembali menyadarkan bahwa perempuan cantik itu tidak semata seperti boneka-boneka Barbie dan puteri-puteri di cerita Disney, tapi dia juga harus cerdas dan "berisi". Dan entah kapan fenomena ini akan berubah bahwa cantik itu bukan semata-mata fisik dan penampilan, tapi cantik itu juga lahir dari hati.
No comments:
Post a Comment